Monday, April 16, 2007
sunset on 10:18 PM

SAWIT ?? Antara Ancaman & Perbaikan Ekonomi

Pengembangan perkebunan kepala sawit di Kalbar memunculkan pro dan kontra. Sebagian masyarakat menolak sawit karena mengancam kelangsungan ekosistem hayati. Disisi lain mereka yang setuju demi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Hendak kemana perkebunan masa depan Kalbar?

KETEGASAN sikap untuk menolak ekspansi pegembangan perkebunan kelapa sawit dinilai sebagai sebuah ketegasan sikap yang arif oleh WALHI (Wanaha Lingkungan Hidup Indonesia). Dilihat dari sudut pandang ekologi, perluasan kebun kelapa sawit merupakan sebuah ancaman yang menakutkan bagi kelangsungan ekosistem hayati. Hutan yang tadinya merupakan sumber plasmanutfah sekarang telah beralih fungsi sebagai bentangan areal perkebunan kelapa sawit. Celakanya lagi, upaya pembukaan lahan kelapa sawit tersebut tidak dibarengi dengan usaha konversi. Walhasil, bencana alam pun tak dapat terelakkan. Malapetaka tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Akibat keserakahan dan ketamakan yang kian merajalela, konflik pun tercipta dengan mudah. Peta konflik ini bisa terjadi antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan perusahaan atau mungkin perusahaan dengan pemerintah. Saban Setiawan, Direktur Eksekutif WALHI Kalbar mengatakan saat ini saja luas areal perkebunan kelapa sawit di Kalbar mencapai tiga juta hektar. Jumlah itu dalam beberapa tahun kedepan akan terus diperluas hingga mencapai angka lima juta hektar. Situasi tampak semakin sulit manakala keberadaan perusahaan pengembang perkebunan kelapa sawit itu memperoleh kekuatan hukum dari pemerintah. Merasa telah diatas angin, pihak perusahaan dengan semena-mena telah ‘menyingkirkan’ hak ulayat dari masyarakat adat. Tanah yang semula dimiliki masyarakat adat secara turun temurun, dengan sekejap mata bisa berpindah tangan ke pihak pengusaha. “Jika sudah demikian, dimana letak keadilan,” katanya. Praktik-praktik ketidak adilan seperti ini sekarang telah menjadi hal yang ‘lazim’ di dunia perkebunan kelapa sawit. Demi meraup keuntungan yang melimpah, para pemodal tega mengorbankan masyarakat adat. Mata pencaharian berburu, kini dipaksa berganti dengan kegiatan berkebun kelapa sawit. Ketika masa panen tiba, dengan culasnya hak-hak pemilik kebun dikebiri dengan dalih ini dan itu. Prof Ir M Alamsyah HS, Pakar Perkebunan dari Universitas Tanjungpura, Pontianak berpandangan lain. Menurutnya isu-isu miring tentang perkebunan kelapa sawit merupakan sebuah hal yang tidak benar. Kontroversi seperti ini sengaja diciptakan oleh negara maju agar jumlah produksi sawit Indonesia di pasar internasional tidak tinggi. Perlu digaris bawahi bahwa kelapa sawit merupakan tiga dari dua puluh enam tanaman yang tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Sebagai informasi, katanya, harga jual produk minyak nabati dari negara Inggris, Uni Eropa dan Amerika Serikat saat ini tengah anjlok di pasaran dunia. Mengapa? Karena biaya untuk memproduksi minyak jagung, minyak biji bunga matahari serta minyak kedelai jauh lebih tinggi dari pada harga produksi minyak kelapa sawit. Tak hanya itu saja, mulai beberapa tahun terakhir Jerman malah sudah melirik potensi minyak kelapa sawit sebagai bahan dasar pembuatan biodisel yang ramah lingkungan. Karena terserang rasa ketakutan yang teramat sangat, negara-negara kuat itu lantas mencoba membendung laju pertumbuhan lahan kelapa sawit di Kalimantan. Berdasarkan data yang ada, dari 3,5 juta hektar luas lahan kelapa sawit yang ada di Kalbar, jumlah lahan yang sudah tergarap baru 360 ribu hektar. Dilihat dari angkanya saja perbedaannya sudah cukup jauh bukan? Bercermin dari kondisi rill tersebut, pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintahan daerah saat ini tengah gencar-gencarnya mengkampanyekan program perluasan perkebunan kelapa sawit. Jika sebelumnya pihak swasta hanya boleh memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas 20 ribu hektar (SK Mentan Nomor:357 Tahun 2002), maka sekarang pemerintah memberikan keloggaran kepada pihak perusahaan untuk mengembangkan areal perkebunan kelapa sawit hingga 100 ribu hektar (Permentan Nomor:26/Permentan/OT.140/2/2007). Untuk mewujudkan rencana revitalisasi pengembangan perkebunan kelapa sawit tersebut, pemerintah melakukan pola kemitraan yang berbasis pada ekonomi rakyat. Upaya revitalisasi ini nantinya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagai langkah awal, dalam lingkup nasional pemerintah akan menyediakan dana senilai 60-70 triliun rupiah sebagai modal pengembangan program selama lima tahun kedepan (2006-2010). Adapun kebijakan revitalisasi persawitan tersebut nantinya akan dijalankan melalui program pembangunan triple track strategy, yakni pro-growth, pro-employment and pro-poor. Ketiganya akan dirancang melalui peningkatan ekonomi diatas 6,5 persen pertahun (lewat percepatan investasi dan ekspor), pembenahan sektor rill sehingga mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, serta revitalisasi sektorpertanian dan pedesaan untuk berkonstribusi pengentasan kemiskinan. Untuk mencapai keberhasilan dari pelaksanaan program revitalisasi persawitan ini, pemerintah akan memberikan penekanan kepada tiga hal penting, yakni kesiapan lahan yang diperuntukkan sebagai pilot project, kesiapan petani peserta sebagai plasma dan kesiapan bibit tanaman berkualitas. Sebagai pilot project-nya, akhir tahun 2006 pemerintah daerah Kalimantan Barat telah menyediakan 18.800 hektar lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Melawi. Dilihat dari rencana kerjanya, perluasan tanaman untuk tahun 2006-2010 di Kalbar bakal menelan dana sebesar Rp7,7 triliun untuk luas areal 383.800 hektar, dimana pembiayaannya melalui fasilitas kredit pihak perbankkan dengan bunga tetap sepuluh persen.
(Pringgo-Pontianak Post, 17 April 2007)

Pendapat anda tentang pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit??
Setuju, tidak setuju, atau terang-terangan menolak??


Comments: Post a Comment
<< Home