Thursday, December 21, 2006
sunset on 12:50 AM

SEBAGIAN KECIL DATA KERUSAKAN HUTAN di INDONESIA....

Greenpeace dalam investigasinya sejak awal tahun 2006 menemukan PT Kayu Lapis Indonesia melalui PT Intipura Timber Co, di Papua melakukan serangkaian pelanggaran aturan kehutanan. Perusahaan itu secara ilegal menebang di dalam zone penyangga 50 meter dari sungai kecil yang melanggar aturan. Masyarakat di sekitar lokasi penebangan juga dibohongi soal royalti.

Mei 2004, menurut Greenpeace, masyarakat Kemtuk, Papua, juga meminta PTB Risana Indah Forestindo (anak perusahaan KLI) menghentikan operasi HPH-nya karena tidak membayar penggunaan lahan penduduk dan merusak hutan mereka.

Kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar setahun. Ini berarti semenit 7,2 hektar yang rusak. Jika masih terus terjadi dan kalau tidak dihentikan, maka hutan dataran rendah Sumatera akan habis pada tahun 2005 dan di Kalimantan akan habis pada tahun 2010. Minyak puntidak akan bertahan dalam waktu 10 tahun. Kerusakan hutan juga diakibatkan hutan kemasyarakatan (HKM) dengan melakukan penggundulan hutan secara legal. Longgena mengaku prihatin mendengar akan adanya HKM yang mengelilingi taman nasional Rinjani berjarak 10 meter sekelilingnya. ‘’Ini akal-akalan,’’ ucapnya. (WALHI-Tempo Interaktif, May, 2004)

Dari tutupan hutan Indonesia seluas 130 juta hektar, menurut World Reseach Institute (sebuah lembaga think tank di Amerika Serikat), 72 persen hutan asli Indonesia telah hilang. Berarti hutan Indonesia tinggal 28 persen. (Word Research Institute-Tempo Interaktif, May, 2004)

Data Departemen Kehutanan sendiri mengungkapan 30 juta hektar hutan di Indonesia telah rusak parah. Itu berarti 25 persen rusak parah.Ia juga mengatakan (DepHut-Tempo Interaktif, May, 2004)

Pembangunan jalan Ladia Galaska yang menelan dana 1.2 triliun dan sudah dimulai pembangunannya sejak 2002, membelah hutan lindung dan kawasan ekosistem Leuser, Aceh, dipastikan akan mendorong aksi perambahan hutan dan sumber daya alam lainnya. "Membuat jalan berarti membuka hutan dan mendorong perambahan kayu," kata Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, Kus Suparjadi, di Jakarta. Alasan pengadaan proyek tersebut adalah untuk membuka isolasi masyarakat di selatan aceh. Tetapi nilai ekonomis pembukaan isolasi masyarakat Aceh Selatan itu tidak sebanding dengan kerusakan alam yang akan terjadi di ekosistem Leuser.

Dari sebagian kecil data kerusakan hutan tersebut, dapat menjadi bahan pertimbangan, apakah HPH masih pantas untuk di keluarkan??

Salah satu alasan mengapa hutan Indonesia rusak :
“Masyarakat kecil terpaksa merusak karena kemiskinan, kemudian masyarakat lainnya justru membiarkan terjadinya perusakan karena kebodohan, dan yang lebih parah lagi adalah akibat keserakahan yang dimiliki pemilik modal seperti illegal loging.”


More Article...


(0) comments << Home
Friday, December 15, 2006
sunset on 12:43 AM

TenGok HisTory HutAn qT BebeRapa taHun SilAm...
Suatu fenomena alam kah atau akibat keserakahan manusia ???


Kebakaran Tahun 1982-1983 dan 1994
Kebakaran hebar pertama yang merupakan akibat dari kombinasi antara pengelolaan hutan di era Soeharto dan fenomena iklim El Nino menghancurkan 210.000 km2 dari wilayah Propinsi Kalimantan Timur selama tahun 1982-1983. Kalimantan Timur merupakan fokus pertama ledakan produksi kayu Indonesia, dan hampir seluruh kawasan dibagi menjadi kawasan HPH selama tahun 1970-an. Praktek kegiatan pembalakan disini umumnya buruk, meninggalkan akumulasi limbah pembalakan yang luar biasa dalam hutan. Banyak spesies pionir dan sekunder tumbuh pesat di kawasan-kawasan yang telah dibalak, sehingga membentuk lapisan vegetasi bawah yang padat dan mudah terbakar daripada lapisan penutup tanah yang tidak begitu rapat, yang merupakan ciri hutan-hutan hujan primer.
Kekeringan akibat fenomena El Nino yang hebat melanda kawasan ini antara bulan Juni 1982 dan Mei 1983, dan kebakaran terjadi serempak hampir diseluruh wilayah propinsi in ipada akhir tahun 1982. Kebakaran ini tidak dapat dikendalikan sampai akhirnya musim hujan tiba kembali pada bulan Mei 1983. Saat itu 3,2 juta ha hutan habis terbakar; 2,7 juta ha diantaranya adalah hutan hujan tropis. Tingkat kerusakan bervariasi di areal yang berbeda, dari kebakaran bawah yang merambat perlahan di hutan primer sampai pengrusakan yang menyeluruh di areal yang baru saja dibalak dan di hutan-hutan rawa gambut. Sekitar 73.000 ha hutan-hutan dataran rendah Dipterocarpaceae yang bernilai komersial mengalami kerusakan berat dan 2,1 juta ha lainnya mengalami kerusakan ringan atau sedang.
Tingkat kerusakan kebakaran secara langsung berkaitan dengan tingkat degradasi hutan: hanya 11 persen dari hutan-hutan primer yang tidak dibalak pada areal yang dipengaruhi oleh kekeringan dan kebakaran yang sesungguhnya terbakar. Kerusakan terjadi sebatas vegetasi bawah, dan hutan sama sekali tertutup kembali menjelang tahun 1988. Sebaliknya, di kawasan yang luasnya hampir satu juta ha pada areal hutan 'yang dibalak secara sedang' (80% dibalak lebih dulu sebelum kebakaran), 84% hutan terbakar, dan kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih hebat (Schindler dkk, 1989). Suatu perkiraan menghitung biaya akibat kebakaran tahun 1982-1983 sekitar 9 miliar dolar, dimana hampir 8,3 miliar dolar berasal dari hilannya tegakan pohon (Hess,1994).
Kebakaran yang luas kembali terjadi beberapa kali dalam dekade berikutnya setelah kebakaran di Kalimantan Timur, diperkirakan membakar 500.000 ha pada tahun 1991 dan hampir 5 juta ha pada tahun 1994 (BAPPENAS, 1999).

Kebakaran tahun 1997-1998
Ketika kemarau panjang berikutnya akibat El Nino yang hebat melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, akibat-akibatnya merupakan bencana. Menjelang awal tahun 1998 hampir 10 juta ha telah terkena dampak kebakaran, yang menyebabkan berbagai kerusakan yang diperkirakan hampir senilai 10 miliar dolar. Asap akibat kebakaran ini membuat sebagian besar kawasan Asia Tenggara berkabut hingga beberapa bulan.
Meskipun sudah ada peringatan dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup menjelang tahun 1997 akan terjadinya fenomena El Nino, pembakaran terutama untuk membuka lahan hutan dan belukar yang terdegradasi untu perkebunan , terus terjadi di areal yang luas di Sumatera dan Kalimantan . Pembukaan lahan dengan cara membakra hutan tidak terbatas hanya di Kalimantan dan Sumatera - kebakaran dilaporkan terjadi di 23 dari 27 propinsi Indonesia pada tahun 1997-1998. Namun, sejumlah besar kebakaran hutan yang luar biasa terjadi di kedua pulau tersebut disebabkan oleh perusahaan perkebunan dan berbagai proyek pemerintah yang melenyapkan puluhan ribu hektar dalam satu kesempatan saja.

(Sumber: Potret Keadaan Hutan Indonesia, FWI 2001)


More Article...


(0) comments << Home