Tuesday, November 21, 2006
sunset on 1:50 AM



PAPUA "SORGA" BAGI SATWA

Papua...
INDONESIA -- juga Papua -- kaya dengan keanekaragaman hayati dan hewani. Tidak dapat terhitung banyaknya margasatwa di Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke.

Seperti hewan-hewan di Indonesia bagian barat yang mempunyai ciri khas tersendiri, jenis hewan-hewan yang berada di Indonesia bagian timur juga merupakan bagian yang memiliki ciri khas tertentu, sehingga ada yang tidak dapat kita temui di bagian barat Indonesia.

Di Papua, satwa-satwa di daerah ini punya keunikan tersendiri. Burung cendrawasih merupakan salah satu jenis burung yang beberapa nama ilmiahnya berarti 'dari surga', 'agung', 'indah', dan 'sangat bagus'.

Ia juga disebut sebagai bidadari tak berkaki atau Apoda, dalam bahasa Latin burung cendrawasih digambarkan sebagai besar (paradisaea apoda). Burung yang sangat cantik tetapi tidak punya kaki dipercaya bukan berasal dari bumi karena mereka berjalan atau bertengger di pohon.

Tiga puluh jenis cendrawasih terdapat di Indonesia, 28 di antaranya ditemukan di Papua yang merupakan tempat tinggal cendrawasih berpial paradigalla carunculata, cendrawasih ekor panjang astrapia nigra, cendrawasih paratia parotia sefilata, cendrawasih Wilson cicinnurus respublica, dan cendrawasih merah paradiasea rubra.

Terdapat juga keragaman lain dari cendrawasih yang persebarannya terbatas hanya di Papua dan Nugini, yaitu cendrawasih ragiana, cendrawasih superb, cendrawasih magnificent, cendrawasih 'dua belas kawat', cendrawasih raja dan cendrawasih biru Nugini.

Sedangkan cendrawasih raja, cendrawasih botak, cendrawasih merah, toowa, dan cendrawasih kecil ekor kuning telah masuk dalam daftar jenis satwa yang dilindungi berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 dan PP RI No 7 Tahun 1999.

Hutan di Papua seperti Aru dan Yapen merupakan habitat untuk si burung besar yang tidak dapat terbang: Kasuari. Di Australia tinggi burung ini bisa mencapai 180 cm dan berat 60 kg. sarangnya berada di bagian rendah dari hutan. Telurnya berwarna kehijauan dan berjumlah 3-5 butir. Lama pengeraman dapat mencapai 50 hari dan burung jantan yang melakukan tugas ini.

Jenis yang dilindungi adalah kasuari gelambir tunggal yang berada di bagian utara Papua. Jenis burung lainnya yang berada di kawasan Papua, yaitu kasuari raja psittrichas fulgidus. bentuk tubuhnya perpaduan antara burung nuri dengan gagak. Kepalanya menyerupai elang. Paruh dan ekor hitam, sedangkan sayap dan tunggingnya berwarna merah.

Papua merupakan rumah bagi sebagian besar hewan yang tidak dapat ditemukan di kawasan barat Indonesia. Di antaranya wallaby agile (macropus agilis), kanguru pohon wakera (denrolagus inustus), cendrawasih (ptiloris magnificus), kakatua raja (probosciger atterimus), dan kadal berjumbai (chlamydosaurus kingii).

Kadal merupakan jenis reptil yang cukup dikenal di Indonesia. Ada sekitar 300 jenis kadal di Indonesia dan 150 jenis di antaranya terdapat di Papua. Bentuk kadal di Indonesia cukup beragam, di antaranya yang berada di Papua adalah jenis D novaeguineae.

Untuk jenis biawak, keragaman yang paling tinggi juga berada di Papua, bahkan yang terpanjang sekitar 3 meter. Biawak salvadori (varanus salvadori) juga ada di sini. Soa Payung (chlamydoasurus kingii) berada di Papua bagian selatan.

Soa payung memiliki ciri punya lipatan tipis di leher, ditunjang oleh dua batang tulang, yang digunakan untuk mengancam mangsa. Kulit dekat kepalanya dapat mengembang untuk menakuti mangsanya.

Kupu-kupu masuk ke dalam jenis serangga lepidoptera yang berarti "sayap bersisik". Sejak tahun 1980-an Indonesia sudah melindungi kupu-kupu sayap burung yang beberapa jenis lain yang kurang menarik.

Siput dan keong masuk ke dalam kelas gastropoda Di Papua, siput berada di daerah Lembah Baliem, tepatnya di gua-gua Lembah Baliem dan daerah batu kapur. Siput berwarna-warni merupakan salah satu contoh yang banyak ditemukan di Papua.

Sanca hijau Irian (morelia viridis) merupakan jenis ular berwarna hijau yang hidup di hutan tropis Papua. Papua juga merupakan habitat untuk hewan-hewan yang hidup di dua alam, seperti kura-kura Irian yang habitatnya berada di sungai-sungai besar di Papua selatan, penyu hijau (chelonia mydas) dan buaya Irian (crocodylus novaeguineae) yang hidup di muara sungai sampai ke pedalaman di Papua sebelah utara. Papua benar-benar kaya.

"Cinta bumi, Lestari alam....."

(sumber: media indonesia - www.infopapua.com)

More Article...


(0) comments << Home

MISTERI PULAU BERUSIA JUTAAN TAHUN

Papua, BAGI pendaki gunung, mendaki jajaran Pegunungan Jayawijaya adalah sebuah impian. Betapa tidak, pada salah satu puncak pegunungan itu terdapat titik tertinggi di Indonesia, yakni Carstensz Pyramide dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Jangan heran jika pendaki gunung papan atas kelas dunia selalu berlomba untuk mendaki salah satu titik yang masuk dalam deretan tujuh puncak benua tersebut. Apalagi dengan keberadaan salju abadi yang selalu menyelimuti puncak itu, membuat hasrat kian menggebu untuk menggapainya.

Tetapi, siapa yang menyangka jika puncak bersalju itu dahulunya adalah bagian dari dasar lautan yang sangat dalam!

"Pulau Papua mulai terbentuk pada 60 juta tahun yang lalu. Saat itu, pulau ini masih berada di dasar laut yang terbentuk oleh bebatuan sedimen. Pengendapan intensif yang berasal dari benua Australia dalam kurun waktu yang panjang menghasilkan daratan baru yang kini bernama Papua. Saat itu, Papua masih menyatu dengan Australia," jelas ahli geologi Fransiskus Benediktus Widodo Margotomo saat memaparkan sejarah terbentuknya Pulau Papua.

Keberadaan Pulau Papua saat ini, lanjutnya, tidak bisa dilepaskan dari teori geologi yang menyebutkan bahwa dunia ini hanya memiliki sebuah benua yang bernama Pangea pada 250 juta tahun lalu. Pada kurun waktu 240 juta hingga 65 juta tahun yang lalu, benua Pangea pecah menjadi dua dengan membentuk benua Laurasia dan benua Eurasia, yang menjadi cikal bakal pembentukan benua dan pegunungan yang saat ini ada di seluruh dunia.

Pada kurun waktu itu juga, benua Eurasia yang berada di belahan bumi bagian selatan pecah kembali menjadi benua Gonwana yang di kemudian hari akan menjadi daratan Amerika Selatan, Afrika, India, dan Australia.

"Saat itu, benua Australia dengan benua-benua yang lain dipisahkan oleh lautan. Di lautan bagian utara itulah batuan Pulau Papua mengendap yang menjadi bagian dari Australia akan muncul di kemudian hari," tambah sarjana geologi jebolan Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta, pada 1986 ini.

Pengendapan yang sangat intensif dari benua kanguru ini, sambungnya, akhirnya mengangkat sedimen batu ke atas permukaan laut. Tentu saja proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi dengan kecepatan 2,5 km per juta tahun.

Proses ini masih ditambah oleh terjadinya tumbukan lempeng antara lempeng Indo-Pasifik dengan Indo-Australia di dasar laut. Tumbukan lempeng ini menghasilkan busur pulau, yang juga menjadi cikal bakal dari pulau dan pegunungan di Papua.

Akhirnya proses pengangkatan yang terus-menerus akibat sedimentasi dan disertai kejadian tektonik bawah laut, dalam kurun waktu jutaan tahun menghasilkan pegunungan tinggi seperti yang bisa dilihat saat ini.

Bukti bahwa Pulau Papua beserta pegunungan tingginya pernah menjadi bagian dari dasar laut yang dalam dapat dilihat dari fosil yang tertinggal di bebatuan Jayawijaya.

Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para peneliti geologi dunia.

Sementara terpisahnya daratan Australia dengan Papua oleh lautan berawal dari berakhirnya zaman es yang terjadi pada 15.000 tahun yang lalu. Mencairnya es menjadi lautan pada akhirnya memisahkan daratan Papua dengan benua Australia.

"Masih banyak rahasia bebatuan Jayawijaya yang belum tergali. Apalagi, umur Pulau Papua ini masih dikategorikan muda sehingga proses pengangkatan pulau masih terus berlangsung hingga saat ini. Ini juga alasan dari penyebutan Papua New Guinea bagi Pulau Papua, yang artinya adalah sebuah pulau yang masih baru," tambah peraih gelar master di bidang Economic Geology dari James Cook University, Townswille, Australia ini.

Sementara keberadaan salju yang berada di beberapa puncak Jayawijaya, diyakininya akan berangsur hilang seperti yang dialami Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Hilangnya satu-satunya salju yang dimiliki oleh pegunungan di Indonesia itu disebabkan oleh perubahan iklim secara global yang terjadi di daerah tropis.

(sumber: media indonesia - www.infopapua.com)

More Article...


(0) comments << Home
Monday, November 06, 2006
sunset on 7:29 PM

Keindahan di Kegelapan...
Sejarah Caving...
Caving atau penelusuran gua, kegiatan ini sudah mulai marak tahun 1980-an, ketika Persatuan Speleologi dan Caving Indonesia (Specavina) dibentuk di Bogor dengan tokoh-tokohnya antara lain dr. Ko King Tjoen, Norman Edwin (alm), Dr. Budi Hartono, dan Effendi Soleman. Mulai dari sini kegiatan yang jadi hobi baru kala itu menyebar, terutama di kampus-kampus.
Hobi ini agaknya di awal perkembangannya terseok-seok karena yang didalaminya tak hanya keterampilan fisik saja namun juga aspek ilmiahnya. Selain, peralatan yang dibutuhkan pun sulit dibeli di sini. Specavina, ketika itu pula agak selektif membagi ”ilmu” pada peminat. Hanya mereka yang memiliki latar belakang keilmuan atau yang menyukai pengetahuan tentang speleologi yang boleh bergabung. Specavina sebagai pelopor ketika itu sengaja lebih menonjolkan unsur ilmiahnya (speleologi) ketimbang ”olahraganya” (caving).
Hal yang harus diketahui caver...
Salah satu aspek yang harus diketahui penggemar caving adalah pengetahuan dasar geologi. Terutama bagaimana awal gua itu terbentuk, di daerah mana bisa ditemukan, sifat batuannya, jenis gua, dan sebagainya. Dengan dasar pengetahuan ini, caver (penelusur gua) bisa dengan mudah menemukan gua. Secara teori, goa pada umumnya terdapat didaerah batuan gamping (karst). Berbekal pengetahuan itu pula jika bisa membaca peta geologi, maka di mana saja sebaran daerah karst, di sana tujuan yang tepat untuk perjalanan melakukan ekspedisi. Aspek lain yang tak kalah penting adalah biologi gua (biospeleologi). Memang tak harus menjadi ahli biologi dulu baru bisa menekuni caving. Tapi paling tidak dengan modal ”baca-baca” dulu, penelusur gua bisa membandingkan flora fauna antara gua yang satu dengan lainnya. Atau mungkin menemukan spesimen baru yang bisa menambah khasanah pengetahuan biologi gua di Indonesia.
Keunikan...
Fauna gua terbilang unik. Semuanya beradaptasi dengan lingkungan gelap abadi, tak hanya puluhan atau ratusan, tapi ribuan tahun. Mereka berevolusi disesuaikan dengan alamnya yang gelap gulita. Di sebuah gua di Amerika pernah ditemukan salamander transparan dan tak bermata (eyeless), bahkan buta (blind). Diduga salamander itu terjebak di dalam gua dan tak bisa keluar. Untuk bertahan hidup satwa itu mengembangkan indera peraba dan perasanya untuk menggantikan fungsi matanya. Lama-kelamaan alat penglihatan itu tertutup selaput karena mubazir. Begitu pun flora dalam gua yang beradaptasi dengan lingkungan gelap total. Tumbuhan untuk hidup di permukaan memerlukan sinar matahari. Tumbuhan berdaun belum pernah dilaporkan ditemukan di dalam gua. Yang lazim dijumpai adalah aneka jamur yang bentuknya aneh-aneh. Misalnya ada jamur yang memiliki leher yang panjang, dengan topi kecil namun lunglai.
Di Indonesia penemuan satwa gua yang terbilang sensasional pernah terjadi. Tapi sayangnya itu tak tercatat di lembaga resmi pemerintah atau internasional. Di tahun 1980-an, klub penelusur gua Garbhabhumi dari Jakarta ketika terjadi gerhana matahari total, masuk ke Gua Ngerong di Tuban, Jawa Timur. Bentuk gua itu adalah gua air yang merupakan sungai. Klub yang dipimpin Norman Edwin (alm) saat itu menerobos masuk dan melawan arus dengan perahu karet. Tak sampai satu kilometer, mereka terbentur air terjun. Setelah memanjat air terjun, langkah mereka terhenti sebab di bagian atasnya terdapat mata air. Lorong itu mungkin bisa ditelusuri lebih jauh, namun memerlukan teknik dan peralatan diving. Diputuskan ketika itu untuk stop dan kembali ke luar. Di bagian inilah mereka secara tak sengaja melihat kelap-kelip di dalam air yang memantul dari sinar lampu. Ternyata barang yang mengkilat itu adalah ikan. Ketika dilihat lebih dekat, ikan itu tak bermata dan transparan. Dibalut rasa girang, spesimen itu dibawa ke Jakarta untuk diidentifikasi. Beberapa bulan ikan yang mirip anak tawes itu masih hidup dalam akuarium yang dikondisikan seperti di alamnya oleh Riza Marlon (kini juru foto profesional). Oleh Yatna Supriatna, kini doktor biologi, temuan itu diidentifikasi sebagai Puntius microps. Sebagai pembanding, satwa eyeless di gua di Amerika atau Eropa baru dijumpai di kedalaman puluhan kilo sampai ratusan. Tapi di Tuban, tak sampai 2 kilometer. Mungkin ini bisa menjadi bahan kajian ilmuwan kita yang tertarik pada cave biology. Jika di sana, gua bisa melahirkan ratusan doktor, mengapa di sini tak bisa? Takut gelapkah, becek dan bayangan mistis tentang gua yang mengakibatkan orang enggan berurusan dengannya?
Pemetaan Gua...
Masuk gua memang bukan sekadar masuk dan mengagumi keindahan di dalamnya saja. Namun banyak yang harus dikerjakan. Apalagi ketika zaman itu belum banyak perkumpulan penelusur gua sehingga untuk mengklaimnya harus dibuktikan dengan peta dan foto-foto. Keakuratan peta sebuah gua dilihat dari siapa yang membuatnya. Sayangnya kebanggaan dan semangat untuk membuat peta gua oleh klub-klub caving di Indonesia masih dibilang "melempem".
Hal ini berbeda dengan kondisi klub penelusur gua di luar negeri (bukannya ga bangga dengan Indonesia ya... :D). Mereka begitu getol menyusun peta gua hingga ke hal yang detail. Sampai akhirnya tercipta lambang-lambang khusus dalam pemetaan gua yang jelimet. Jika ada hal khusus yang ditemukan, misalnya speleothems (bentukan gua seperti stalaktit, stalakmit, gourdam, straws, pearls cave dan sebagainya) yang mungkin istimewa bentuknya, biasanya peta itu dibuat irisan dengan gambar detail atau lambang. Di peta tersebut biasanya tercantum grade, semakin tinggi angka yang tercantum dalam grade itu maka semakin akurat peta itu dibuat. Sehingga kenerasi selanjutnya tidak terlalu repot lagi jika ingin masuk goa. Meraka tinggal masuk dengan panduan peta.
Namun penelusur di sana bukan sekadar mengikuti petunjuk peta. Bila denah yang dibuat sebelumnya ada kesalahan maka akan dikoreksi dan dilaporkan ke paguyuban penelusur gua. Maka tak mengherankan jika kini hampir pasti peta gua di negara-negara maju dan akurat. Semua gua sudah terpetakan yang diikuti dengan data base yang lengkap. Saking lengkapnya, mereka bisa tahu mana gua yang terpanjang atau yang terdalam di dunia. Gua yang terdalam dan sampai kini belum terpecahkan rekornya adalah Voronja Cave di Georgia, pecahan bekas Uni Soviet, yakni 1.710 meter. Sementara gua yang terpanjang dan kompleks sekali lorong-lorongnya adalah Mammoth Cave di Amerika Serikat yakni, 563,270 km dan dalamnya -116 m. Lebih lengkapnya silakan klik www.sop.inria.fr/agos-sophia/sis/DB/database.html. Di sini ada sedikit data gua di Indonesia. Karena penggemar caving di sini cenderung menyukai dari sisi olahraga dan petualangannya, tak heran jika pemetaan goa di Indonesia kurang berjalan dengan baik. Aspek ilmiah bukannya tak menarik, tapi kurang menguasai. Pakar biologi atau geologi yang sesungguhnya di Indonesia, adakah yang membangun tesis dari gua? Kalaupun ada mungkin jumlahnya tak sampai hitungan jari sebelah tangan.
Incaran Dunia...
Potensi gua di negeri ini sebetulnya tak kalah menarik dengan yang ada di luar negeri. Ketika tahun 1980-an, wilayah ini menjadi incaran caver dunia. Berbagai cara mereka lakukan untuk bisa caving di sini, namun terbentur peraturan yang menyebutkan peneliti asing harus seizin LIPI. Adanya peraturan itu sebetulnya ada bagusnya. Mereka jadi tak seenaknya ”mengeksplorasi” gua di Indonesia. Sayangnya, kesempatan itu tak dipakai oleh penelusur gua kita untuk menjadikan dirinya sebagai yang pertama.
Belakangan seorang ahli geologi yang juga seorang caver berkebangsaan Inggris, Tony Waltham, masuk lewat jalur sebuah departemen. Dia datang konon membantu pengairan di daerah Gunung Kidul yang tandus. Sebagai pakar geologi, dia tahu betul bahwa air di sana hanya dijumpai di sungai bawah tanah alias di dalam gua-gua. Dia pun paham bahwa Gunung Kidul adalah kawasan karst yang nota bene adalah sarangnya gua yang belum diutak-atik oleh caver mana pun. Sepulangnya dari Indonesia tak lama kemudian terbitlah buku tentang gua-gua di sana, berikut foto-foto yang menawan.
Potensi gua yang masih menjanjikan, menurut peta geologi terletak di Sulawesi dan Papua. Tapi yang menantang adalah yang di Papua. Di peta tertulis selain kawasan karstnya luas, juga ”ketebalannya” mencapai ribuan meter. Artinya, jika ada gua vertikal (pothole) di Papua maka kedalamannya berpotensi mengalahkan Gua Voronja di Georgia! (SH/gatot irawan ).
Wooowww.....
Ada yang tertarik berpetualang n mengais ilmu di cave ??? :-)

More Article...


(0) comments << Home
Wednesday, November 01, 2006
sunset on 6:29 PM

HUTAN-ku oh.... HUTAN....!!!

Apa itu kebakaran hutan dan lahan?
Kebakaranhutan dan lahan adalah sebuah kejadian terbakarnya kawasan hutan/lahanbaik dalam luasan yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan dan lahanseringkali tidak terkendali dan bila ini terjadi maka api akan melahapapa saja dihadapannya mengikuti arah angin. Kebalikannya, penyebaranapi kebakaran di lahan gambut justru tidak mengikuti arah angin. Titikapi justru berada dikedalaman lebih dari 2 meter. Pada kawasan gambutrembetan api akan meluas kesegala arah dan sulit untuk diperkirakanpenyebarannya.
Mengapa terjadi kebakaran hutan/lahan?
Kebakaranterjadi karena dua hal: karena ulah manusia baik disengaja maupun tidakdisengaja dan karena terbakar dengan sendirinya. Kebakaran dengan sendirinya juga tidak disembarang tempat. Kebakaran dengan sendirinya hanya terjadi pada daerah yang tanahnya mengandung batubara. Pada daerah lain mustahil terjadi kebakaran dengan sendirinya. Hal ini disebabkan jenis hutan alam di Indonesia yang masuk dalam kategori Hutan Tropis (tropical Forest) atau Hutan Hujan Basah (Rain Forest), sehingga lantai hutan selalu dalam keadaan basah/lembab.
Untuk unsur kesengajaan, manusia sengaja melakukannya untuk membuka dan membersihkan lahan. Pembakaran hutan dalam waktu singkat juga diyakini dapat meningkatkan kesuburan tanah. Pada beberapa kelompok masyarakat yang masih memiliki kearifan tradisional, pembakaran hutan dilakukan sebulan sebelum musim penghujan. Hal ini diperlukan karena hutan/lahan yang terbakar dalam waktu yang lama malah justru menghilangkankesuburan tanah.
Untuk unsur ketidak sengajaan biasanya terjadi pada musim kemarau panjang.Dalam musim kemarau, sebatang rokok yang dibuang kesemak yang keringakan mampu menimbulkan api apabila angin bertiup perlahan. Bekas api unggun yang tidak mati dengan sempurna juga mampu memicu terjadinyakebakaran hutan/lahan.
Yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan
Untuk setiap hektar kebakaran hutan/lahan maka akan dihasilkan :

Benda-bendatersebut diatas sangat berbahaya apabila dihirup oleh manusia. Penyakit yang bisa ditimbulkan diantaranya Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Bronchitis dan Diare.

Dampak kebakaran hutan/lahanDampak, terhadap :

Kerugian dari kebakaran hutan/lahan

Ketiadaanlapisan ozon akan membuat matahari menyinari bumi secara langsung dan mengakibatkan kanker kulit pada manusia. Karbon yang terlepas ke udara dari hasil kebakaran hutan/lahan akan menyebabkan lapisan ozon rusak sehingga bahan berbahaya dari matahari akan sampai ke bumi tanpa halangan. Disamping itu, karbon tersebut juga akan terperangkap di atasawan pada ketinggian 5 – 7 km. Akibatnya, panas dari sinar matahari tidak dapat keluar dari bumi sehingga suhu udara akan semakin bertambah. Suhu udara di bumi rata-rata bertambah 2 derajad celciussetiap 10 tahun sejak 1980. hal ini terjadi salah satunya akibat hilangnya hutan dan kebakaran hutan.

Mencegah kebakaran hutan dan lahan

Yang sebaiknya dilakukan jika terjadi kebakaran hutan dan lahan

Yang dilakukan bila kebakaran hutan dan lahan mengurung anda

Informasi ini disebarluaskan dan di-copy dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

"Lestari hutan, lestari alam, Jayalah Indonesia....."


More Article...


(0) comments << Home